Sejarah Menjadi Gereja Kristen Jawa Sukoharjo

Sejak berdirinya pada tahun 1935, nama yang dipilih adalah "GKD Kepuh". Nama ini berhubungan dengan nama tempat/daerah dimana tempat kebaktian itu berada, yaitu di daerah Kepuh. Pada waktu itu daerah pelayanan GKD Kepuh baru mencakup daerah Bulu. Namun seiring dengan perkembangan daerah pelayanan yang semakin banyak, seperti di wilayah Tawangsari, Weru, Nguter dan Sukoharjo sendiri, maka sejak tahun 1967 dimungkinkan nama GKJ Kepuh diubah menjadi GKJ Sukoharjo, mengingat daerah-daerah tersebut ada di wilayah kabupaten Sukoharjo. Setelah usulan nama ini diputuskan majelis, maka kemudian diteruskan ke persidangan yang lebih luas, yaitu persidangan Klasis Surakarta Timur. Pada tanggal 31 Juli 1968 Klasis Surakarta Timur bersidang di GKJ Margoyudan Surakarta. Dan pada waktu itulah disepakati perubahan dama GKJ Kepuh menjadi GKJ Sukoharjo.

Perlu diketahui bahwa sampai berubah nama, GKJ Sukoharjo belumlah memiliki tempat ibadah sendiri. Untuk tempat kebaktian dipakailah rumah Bp.S.Hadisuprapta, Bulusari, Sukoharjo. Baru setelah Bp.Pdt.J.Atmaredjaka menempati rumahnya di Sukoharjo, maka pada tahun 1962 tempat ibadah mulai berpindah ke Pulosari, rumah Bp.J.Atmaredjaka.

Menyadari betapa pentingnya peran tempat ibadah sebagai tempat pembinaan iman dan sekaligus sebagai tempat ibadah, maka majelis membuat panitia pembangunan gedung gereja induk Sukoharjo. Sekalipun disadari bahwa soal ekonomi jemaat masih dirasakan menjadi penghambat untuk mewujudkan pembangunan tempat ibadah, namun demikian panitia mempunyai gambaran ;"jika setiap warga mempersembahkan sebagian emper rumahnya, pasti gedung gereja dapat terealisasi". Panitia kemudian mengharapkan bagi pegawai yang menjadi warganya untuk mempersembahkan sebesar gajinya sebulan untuk pembangunan tempat ibadah ini dengan dapat diangsur sepuluh kali angsuran.

GKJ Sukoharjo

Makin lama tekad panitia ini makin menjadi kenyataan; tanah untuk keperluan tersebut dapat dibeli. Pada saat yang hampir bersamaan ada perkunjungan gerejawi yang dilakukan oleh utusan gereja parnert, GKN. Utusan itu sedang mengadakan perkunjungan ke daerah Sala dan sekitarnya, termasuk ke Wonogiri. Kesempatan baik ini dipergunakan oleh majelis dan panitia pembangunan untuk meminta bantuan dari GKN. Pada waktu itu kebetulan ada seorang warga GKJ Sukoharjo bernama Bp. Wandyapranata yang menjabat sebagai Bupati Daerah Tingkat II Sukoharjo yang juga lancar berbahasa Belanda. Kemampuan dan kesempatan baik ini dimanfaatkan untuk mengadakan kontak langsung dengan utusan dari GKN. Pertemuan berlangsung di rumah dinas Bupati dan menghasilkan bantuan yang diharapkan. GKN pada waktu itu memberi bantuan sebesar Rp. 580.000,00. Perlu diketahui bahwa saat itu baru saja terjadi perubahan nilai rupiah, dari Rp. 1000,00 menjadi Rp.1,00. Dana ini kemudian dimanfaatkan untuk pembangunan, dan masih ditambah dengan usaha panitia yang lain baik dari dalam maupun dari luar gereja. Akhirnya gedung gereja dapat berdiri di lokasi Purwareja, Jetis, Sukoharjo. Dan sejak tahun 1970 secara difinitif gedung tersebut sudah dapat dipergunakan untuk kebaktian secara rutin. Papan nama terpampang dengan nama GEREJA KRISTEN JAWA SUKOHARJO.

 Pemanggilan Bp. Thomas Sukamsi S.Th Sebagai Pendeta GKJ Sukoharjo.

Setelah Bp. Pdt. J. Admaredjaka memasuki masa emiritus, GKJ Sukoharjo tidak lagi memiliki seorang pendeta. Padahal kebutuhan pelayanan seorang pendeta bagi sebuah gereja dewasa sangatlah dibutuhkan. Untuk itu GKJ Sukoharjo bermaksud memanggil seorang pendeta sebagai pengganti beliau. Namun mengingat latar belakang potensi jemaat, khususnya dalam bidang keuangan agak rendah, maka peluang untuk memanggil seorang pendeta agaknya masih sulit dipenuhi. Itulah sebabnya GKJ Sukoharjo masih membutuhkan pelayanan dari Bp. Pdt. Em. J.Atmaredjaka untuk melayani berbagai macam pelayanan di GKJ Sukoharjo, baik pelayanan nikah, sakramen baptis maupun sakramen perjamuan kudus.

Selanjutnya sebagai gereja dewasa, keinginan untuk melengkapi jabatan kemajelisan dalam hal memanggil pendeta tumbuh kembali. Dorongan dan bantuan saat itu ada dari gereja-gereja se-Klasis, khususnya pada saat adanya visitasi Klasis. Demikian juga dalam hal sidang-sidang intern, sering tercetus minat untuk segera memanggil seorang pendeta lagi. Pada waktu itu konsulen untuk GKJ Sukoharjo adalah Bp. Pdt. Iskhak Mangunsaputra dari GKJ Nusukan. Sebagai pendeta konsulen, beliau juga selalu mendorong sekaligus mendampingi GKJ Sukoharjo untuk memanggil pendeta.

Persembahan jemaat didorong untuk dapat ditingkatkan agar semuanya cukup memadai untuk memanggil pendeta, termasuk menghubungi beberapa warga yang dipandang mampu sebagai "saka guru" keuangan jemaat. Usaha penggiatan persembahan dengan cara itu ternyata cukup berhasil. Hasilnya kemudian terkumpul untuk dipergunakan sebagai dana pemanggilan pendeta. Disamping langkah tersebut, ternyata GKJ Sukoharjo saat itu juga mempunyai usaha sosial-ekonomi jemaat dalam bentuk peternakan babi yang juga menjadi sektor penunjang yang cukup berarti. Panitia Pemanggilan Pendeta kemudian segera dibentuk, dan pada saat itu yang menjadi ketuanya adal Bp. Djakawaluyo B.A.

Pada saat yang hampir bersamaan, Sdr. Thomas Sukamsi yang adalah anggota GKJ Sukoharjo kebetulan belajar di STT Duta Wacana, Yogyakarta yang hampir menyelesaikan skripsinya. Sambil menunggu beliau selesai studinya, majelis GKJ Sukoharjo kemudian mengangkat beliau menjadi tenaga rohaniwan di GKJ Sukoharjo sejak tanggal 1 Januari 1973. Selanjutnya jabatan itu berubah menjadi "pembantu pendeta" sejak jabatan "Guru Injil" tidak dipakai lagi di lingkungan GKJ.

Setelah menyelesaikan studi teologinya, Sdr. Thomas Sukamsi kemudian pada tahun 1975 secara resmi ditetapkan sebagai calon pendeta GKJ Sukoharjo. Hal ini kemudian disampaikan ke persidangan Klasis Surakarta Timur. Sidang menyetujui untuk diproses lebih lanjut. Pada saat itu majelis GKJ Sukoharjo bertekad untuk menjadikan beliau sebagai calon tunggal, dengan alasan: seorang calon dengan pergumulan yang dalam akan lebih baik daripada banyak calon tanpa pergumulan yang lebih mendalam. Proses selanjutnya yang ditunggu-tunggu adalah proses pemilihan. Pemilihan dilaksanakan setelah 2 minggu berturut-turut diumumkan diseluruh tempat kebaktian yang ada di GKJ Sukoharjo. Setelah tidak ada hal yang menjadi hambatan, pemilihan kemudian dilaksanakan dan hasilnya bahwa calon dinyatakan terpilih.

Tahap pembimbingan kemudian dilaksanakan di lingkungan Gereja-gereja Klasis Surakarta Timur, diantaranya kepada Pendeta GKJ Joyodiningratan, Pendeta GKJ Baki dan Pendeta GKJ Wonogiri. Setelah pembimbingan selesai pada bulan Agustus 1976, ujian peremptoir kemudian dilaksanakan pada bulan itu juga bersamaan dengan sidang kontrakta Klasis Surakarta Timur di GKJ Sukoharjo (walaupun yang sebenarnya menjadi penghimpun sidang Kontrakta adalah GKJ Gandekan). Wakil penguji dari Sinode saat itu adalah BP. Pdt. Darmasusastra dari GKJ Pemalang. Ujian berlangsung lancar dan berakhir dengan pernyataan bahwa Sdr. Thomas Sukamsi S.Th. dinyatakan lulus dan layak untuk ditahbiskan sebagai pendeta. Selangkah demi selangkah terwujudlah apa yang diinginkan GKJ Sukoharjo untuk memanggil pendeta. Tinggal selangkah lagi yaitu acara pentahbisan yang perlu dipikirkan.

Dengan berbagai upaya panitia dalam hal penggalian dana, serta didukung dengan adanya bantuan dari berbagai pihak intern maupun dari Klasis dan Sinode, maka Majelis GKJ Sukoharjo berhasil mengadakan upacara penahbisan pendeta atas diri Sdr. Thomas Sukamsi S.Th. pada tanggal 14 Oktober 1976 di gedung GKJ Sukoharjo. Penahbisan dipimpin oleh Pdt.D.Reksadarmadja dari GKJ Margoyudan. Turut menahbiskan pada waktu itu seluruh pendeta-pendeta yang ada di Klasis Surakarta Timur dan beberapa dari luar Klasis. Dukungan dari Pemerintah Dati II Sukoharjo juga cukup nyata dengan kehadiran Bupati Sukoharjo pada saat itu Bp. Gatot Amrih SH dalam upacara tersebut. Bahkan kemudian dari Pemerintah Daerah juga memberikan bantuan dana untuk pembangunan gereja; gedung gereja yang pada saat itu belum dieternit disanggupi dan direalisasikan pengepyanannya oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Sukoharjo.

Upaya pembangunan jemaat setelah memiliki pendeta terus dilakukan dalam berbagai bidang pelayanan, baik di bidang anak, pemuda, wanita dan orang dewasa. Demikian juga dengan upaya meningkatkan jumlah persembahan juga dilakukan guna mendukung pelayanan gereja. Berangsur-angsur kegiatan dan keuangan jemaat semakin meningkat, demikian juga jumlah warga; terbukti bertambah pula jumlah pepanthannya. Sampai saat ini jumlah pepanthan ada 7 buah, yaitu: Bendosari, Begajah, Nguter, Serut, Janglengan, Banmati dan Bulakan.

Sambil berkembang ke dalam, GKJ Sukoharjo juga menjalin hubungan baik dengan Pemerintah Daerah serta dengan golongan agama lain dan tentunya juga hubungan dalam lingkungan Klasis dan Sinode GKJ. Berkat Tuhan ternyata selalu menyertai kehidupan hamba-hambanya yang giat dalam pekerjaanNya. Dalam kondisi keuangan yang sangat terbatas, GKJ Sukoharjo memberanikan diri memanggil seorang pendeta. Ternyata Tuhan menjawab harapan anak-anakNya ini dengan menggembirakan. Akhirnya segala puji dan syukur layak dipersembahkan kepada Tuhan, Sang Raja Gereja.