A. Rintisan Perjalanan Injil ke Kepuh
GKJ Margoyudan telah menjadi pusat penyebaran Injil ke segala arah, termasuk ke arah selatan. Mereka mempunyai program pengembangan yang cukup baik. Tenaga para medis (mantri) yang sudah dipersiapkan sekaligus sebagai pemberita Injil disebar ke seluruh pelosok. Mereka mendapat tugas untuk menghadap kepada asisten Wedana (camat) dengan maksud menawarkan pelayanan kesehatan di daerah wewenangnya. Bagi pejabat yang memikirkan kemajuan daereahnya/kesejahteraan rakyatnya, tentunya dengan senang hati akan menerima tawaran para mantri itu; dengan memberikan ijin pendirian poliklinik Kristen di daerahnya. Ada pula yang bahkan bersedia memberikan tanah untuk dipergunakan sebagai tempat pelayanan kesehatan itu. Tetapi sebaliknya ada juga pejabat yang menolak jasa baik yang ditawarkan ini dengan bermacam-macam alasan. Untuk daerah Sukoharjo dapat disaksikan adanya poliklinik Kristen yang ada hampir di seluruh kecamatan di Sukoharjo, misalnya: Bekonang, Bendosari, Begajah, Bulu, Tawangsari dan Weru. Selanjutnya di tempat-tempat itu pula sekarang dapat ditemukan gedung-gedung gereja yang jelas merupakan hasil pemberitaan Injil melalui bidang kesehatan.
Yayasan pendidikan Kristen juga tidak ketinggalan dengan melakukan hal yang sama. Mereka menyelenggarakan pendidikan Kristen didaerah-daerah sehingga Injil dapat menyebar kepedesaan. Nguter, Bulu, Tawangsari adalah tempat dimana pernah berdiri sekolah Kristen. Pemberitaan Injil yang terencana dan berkesinambungan melalui pelayanan pendidikan ini ternyata membuahkan hasil yang mengembirakan. Guru Injil yang secara khusus telah dipersiapkan untuk memelihara benih-benih yang tersebar oleh pelayanan kesehatan dan pendidikan, sangat dibantu dalam pelaksanaan tugasnya.
Lahan telah dibuka, benih telah tersebar, pemeliharaan telah diusahakan, sehingga panenpun dapat diharapkan. Khusus untuk daerah Sukoharjo pernah menerima pelayanan guru Injil dari: J.Atmaredjaka, Padmasuwirja dan T.Tjiptamihardja. Pada masa itu masyarakat masih sangat terbuka terhadap pemberitaan Injil, hal ini disebabkan sifat orang Jawa yang pada umumnya dapat menerima segala jenis pengajaran yang berasal dari luar
B. Berdirinya Gereja Kristen Jawa Kepuh
Pemberitaan Injil ke daerah selatan Sala ternyata telah melahirkan Gereja Kristen Jawa Gemantar (Selagiri) pada tahun 1930. Hal ini ternyata sangat membantu gerakan pemberitaan Injil baik ke Utara (Kepuh), ke Selatan (Wonogiri) maupun ke Barat (Bulu).
Seiring dengan munculnya sekolah Kristen serta poliklinik Kristen di daerah Bulu serta Nguter, maka terhimpunlah kelompok Kristen di dua daerah tersebut. Di Bulu baptisan pertama terjadi pada tanggal 4 Nopember 1923, sedangkan di Kepuh baptisan pertama terjadi pada tanggal 30 Oktober 1928. Jadi baik di Kepuh maupun di Bulu, keduanya menjadi daerah pemberitaan Injil dari Gereja Gemantar, yang didukung dari GKJ Margoyudan-Surakarta.
Pada bulan Juni 1935, GKJ Kepuh sudah memiliki majelis sendiri; dengan demikian kedewasaan GKJ Kepuh secara hukum bisa terwujud. Lingkup pelayanan GKJ Kepuh setelah didewasakan mencakup pasamuan di daerah Bulu. Ada pertimbangan mengapa Gereja Kepuh yang dipilih sebagai Induk, yaitu bahwa Kepuh merupakan tempat yang strategis, mudah dijangkau baik dari Gemantar maupun dari Margoyudan.
Tentang jumlah serta nama-nama anggota majelis, jumlah anggota dan tanggal peresmian sebagai gereja dewasa, sampai saat ini belum diperoleh data yang memadai. Namun jelas bahwa sejak tahun 1935 sudah berdiri GKJ Kepuh. Tentang hal ini dapat diketahui dari buku sejarah gereja Babad zending ing Tanah Jawi, notula persidangan Gereja-gereja Klasis Surakarta, maupun dari buku yang ditulis para pendeta Belanda dalam bukunya "25 Tahun pelayanan Injil di Surakarta".
C. Pemanggilan Bp. J.Atmaredjaka Sebagai Pendeta Pertama GKJ Kepuh
GKJ Kepuh cukup lama mendapat pelayanan pendeta konsulen, baik dari pendeta GKJ Gemantar maupun dari GKJ Margoyudan. Akan tetapi pelayanan pendeta konsulen tentunya sangat terbatas, sehingga ada kerinduan dari Jemaat Kepuh untuk memiliki pendeta sendiri. Kerinduan untuk memiliki seorang pendeta muncul sekitar tahun 1952. Hal itu kemudian dibicarakan di dalam persidangan majelis. Persidangan majelis GKJ Kepuh kemudian menentukan untuk memanggil J. Atmaredjaka untuk diproses sebagai calon pendeta GKJ Kepuh. Untuk itu kemudian beliau perlu mengikuti kursus teologi (aplikasi) kepada beberapa mahaguru di Yogyakarta.
Setelah mengikuti proses persiapan yang matang, maka pada tanggal 10-12 Juni 1952 diadakan ujian peremptoir atas diri J.Atmaredjaka. bersama dengan beliau juga dilakukan ujian peremptoir atas diri S.Notodiryo untuk GKJ Klaten, S.Martasuwignya untuk GKJ Slagahimo dan Matapranata untuk GKJ Pedan. Pada waktu itu semua calon yang mengikuti ujian peremtoir dinyatakan lulus, sehingga layak ditahbiskan sebagai pendeta di masing-masing gerejanya.
Upacara penahbisan atas diri J.Atmaredjaka dilaksanakan di rumah Bp. Mardisanyata, yang sesehari dipergunakan untuk poliklinik, namun setiap minggunya dipakai untuk kebaktian. Hal itu terjadi pada tahun 1953. Dengan demikian lengkaplah jabatan yang ada di kemajelisan GKJ Kepuh, yaitu: tua-tua, diaken dan pendeta.
Pada waktu selanjutnya, ternyata keadaan ekonomi masyarakat pada waktu itu umumnya mengalami keterpurukan. Hal ini ternyata membawa pengaruh terhadap perkembangan gereja. GKJ Kepuh sering mendapat bantuan finansial baik dari Klasis maupun dari Sinode. Itupun kadang belum mencukupi untuk menunjang pertumbuhan gereja. Ternyata hal ini tidak hanya dialami oleh GKJ Kepuh, sebab kenyataannya banyak Gereja-gereja Kristen Jawa lainnya mengalami kesulitan dana. Apalagi bantuan dari gereja partner (GKN) makin lama makin dikurangi, dan bahkan kemudian berhenti sama sekali.
Pada waktu itu tenaga-tenaga gereja yang diangkat sebelum tahun 1950 masih tetap menerima bantuan dari GKN. Waktu berjalan terus, tetapi mengingat kondisi ekonomi yang semakin terpuruk, maka pada tahun 1972, Klasis Surakarta Timur membuat keputusan untuk memberikan status pensiun kepada para tenaga gereja yang sudah saatnya untuk pensiun. Akibatnya pada waktu itu pensiun masal, baik untuk guru Injil maupun pendeta. Diputuskan demikian dengan harapan tenaga-tenaga tersebut disamping masih tetap mendapat "artha dhahar" dari jemaat setempat, tetapi juga yang nantinya akan mendapat dana pensiun dari Sinode GKJ. Keputusan itu ternyata nantinya juga dialami Bp. J.Atmaredjaka maupun bagi Bp. Padmasuwirya (guru Injil di Bulu). Namun karena tenaga Bp. Pdt.J.Atmaredjaka masih dibutuhkan jemaat, maka atas kesediaan beliau, beliau masih diminta untuk melakukan pelayanan di GKJ Kepuh (yang kemudian berganti nama menjadi GKJ Sukoharjo).